Senin, 26 April 2010

Penggunaan Kaca Kepala

BAB I

PENDAHULUAN


Para dokter ahli penyakit THT menghabiskan sebagian besar hidup mereka mengintip lubang gelap dan dalam dengan bantuan alat, salah satunya yaitu kaca kepala. Kaca kepala bekerja memantulan cahaya dari sumber cahaya yang terpisah yang merupakan metode tradisional iluminasi. Alat ini pertama kali ditemukan pada tahun 1841 oleh Friedrich Hoffman yang menggambarkan penggunaan cermin, pusat diperforasi genggam untuk merefleksikan sinar matahari ke dalam telinga. Anton von Tröltsch adalah seorang ahli penyakit telinga Jerman kontemporer yang mempopulerkan konsep sebuah cermin cekung yang diikat di dahi berbentuk lingkaran.

Sekarang, cermin standar digunakan untuk otoskopi, rhinoskopi, dan laringoskopi. Akan tetapi, dalam penggunaanya dibutuhkan latihan yang sering untuk menggunakan instrumen dengan benar. Seorang dokter ahli penyakit THT melihat melalui celah di tengah cermin yang dipasangkan di kepalanya dengan satu mata dimana garis pandang yang efektif sejajar dengan sinar dari sumber cahaya yang dipantulkan oleh tepi di sekitar kaca. Hal ini yang menyebabkan bayangan kepala dan paralaks menghilang, yang memungkinkan semua visi stereoskopik penting terlihat.

Kaca kepala, sumber cahaya, dan posisi pasien dapat diterapkan sepanjang pemeriksaan otolaringologi yang saling mendukung sehingga tidak dapat dipisahkan salah satu diantaranya. Pada kali ini yang akan dibahas adalah mengenai penggunaan cermin kepala.





BAB II

PEMBAHASAN



2.1 Pengertian

Kaca kepala adalah perangkat diagnostik sederhana, stereotip yang dikenakan oleh dokter. Kaca kepala sebagian besar digunakan untuk pemeriksaan telinga, hidung & tenggorokan dengan memantulkan cahaya dari sumber cahaya dari belakang pasien.


2.2 Karakteristik

Kaca kepala menggunakan kaca yang berbentuk cekung yang bulat. Ukuran kaca kepala yang paling efektif adalah berdiameter 3½ inci dengan satu lubang ½ inci di tengahnya, serta panjang fokus sekitar 14 inci. Lubang di tengah kaca ini sangat penting untuk memfokuskan cahaya, Lubang pada kaca tersebut sangat penting agar pemeriksa dapat melihat daerah yang akan diperiksa. Jarak antara tepi kaca kepala dengan tepi lubang seharusnya tidak lebih besar dari mata pemeriksa.

Prinsipnya adalah mata pemeriksa melihat melalui sinar yang dipantulkan dari sumber cahaya sehingga mengharuskan pemeriksa untuk memfokuskan kedua matanya untuk melihat ke fokus cahaya tersebut. Dengan demikian cahaya yang terfokus ini dapat melihat dengan teliti lubang-lubang dalam yang kecil sekalipun.



Gambar 1. Kaca Kepala




2.2.2 Sumber cahaya

Agar pemeriksa dapat melihat lubang telinga, hidung, dan tenggorokan dengan jelas, maka pemeriksa memerlukan cahaya yang dapat dipantulkan oleh kaca kepala. Bila memungkinkan, sumber cahaya harus merupakan suatu sumber titik yang kuat di atas dan di belakang pasien yang ditujukan pada dokter. Sehingga digunakan sumber cahaya yang dapat menghasilkan sinar cahaya paralel yang terfokus ke dalam rongga saat pemeriksaan dilakukan. Sumber cahaya pada saat pertama kali digunakan adalah sinar matahari atau lilin.

Seiring perkembangan teknologi, sumber cahaya tadi digantikan dengan lampu yang dirancang khusus untuk keperluan ini yang dapat bekerja secara optimal. Lampu sederhana pertama kali yang digunakan adalah lampu Chiron yang dapat menghasilkan sinar cahaya paralel. Selain itu juga sekarang ada lampu Bulls (Bull’s lamp) yang mengeluarkan cahaya dari lensa cembung untuk mengirim fokus cahaya untuk kepala cermin yang diletakkan di atas dan di belakang bahu pasien.


Gambar 2. Bull’s Lamp



2.3 Cara Penggunaan Kaca Kepala

Pasien duduk dengan posisi kepala lebih tinggi dari kepala pemeriksa. Pasien harus ke satu sisi dari pemeriksa. Pasien harus sedikit lebih membungkuk ke depan dengan punggung tetap lurus, dan kedua kaki terletak di atas lantai dengan tungkai tidak saling menyilang. Jarak antara dokter dan pasien tidak boleh lebih dari 8 inci (tergantung pada panjang fokal maksimal cermin kepala). Pemeriksaan yang baik tidak dapat dilakukan bila pemeriksa harus membungkuk. Lampu ditempatkan sedikit di belakang dan tepat di sebelah kiri bahu pasien. Pemeriksa duduk si depan atau di sebelah kiri pasien. Perbaiki cermin di mata kiri sehingga bagian dari cermin menyentuh hidung. Atur cermin sehingga Anda melihat melalui lubang itu. Tutup mata kanan dan fokus cermin dengan memutarnya. Buka kedua mata. Tanda saat kaca kepala digunakan dengan benar tidak terlihat bayang-bayang.



Gambar 3. Cara Pemakaian Kaca Kepala yang Benar


Pada saat bersamaan, kaca menaungi kedua mata dari kesilauan yang ditimbulkan sumber cahaya. Kaca harus sedekat mungkin dengan wajah pemeriksa agar memungkinkan suatu sudut pandang yang lebar.

Saat ini, banyak dokter yang mengeluhkan bahwa kaca kepala kurang praktis karena harus mengatur sumber cahaya agar tidak terbentuk bayangan. Oleh karena itu, para dokter akhirnya menggunakan suatu ikat kepala dengan lampu yang dapat difokuskan menjadi pengganti dari kaca kepala dan sumber cahaya yang diuraikan di atas, yang disebut dengan lampu kepala.



Gambar 4. Seorang dokter menggunakan cermin kepala untuk menerangi lubang hidung pasiennya


Lampu kepala yang lebih modern dan lebih nyaman memakai teknologi pencahayaan tersedia. Walaupun demikian, masih ada dokter yang menggunakan kaca kepala terutama para dokter yang berada di puskesmas – puskesmas.



2.4 Keuntungan dan Kekurangan Kaca Kepala

Oleh karena itu, terdapat perdebatan antara dokter yang masih memakai kaca kepala dan dokter yang sudah meninggalkannya karena terdapat keuntungan dan kerugian dalam pemakaiannya.

a. Keuntungan :

1. Secara historis, kaca kepala adalah cara terbaik untuk menerangi telinga, hidung, ataupun tenggorokan untuk pemeriksaan.

2. Secara historis, kaca kepala adalah metode yang terbaik dengan pencahayaan sementara kedua tangan dapat bergerak secara bebas.

3. Kaca kepala memakai sumber cahaya yang dapat dilihat langsung bersamaan oleh mata pemeriksa saat memeriksa.

4. Sumber cahaya berada di depan dokter sehingga tidak ada bayangan kepala. \

b. Kerugian :

1. Sangat sulit belajar menggunakan kaca kepala..

2. Kaca kepala rumit dan canggung untuk dipakai.

3. Kaca kepala tidak praktis jika dibawa ke berbagai tempat sebab sumber cahaya yang digunakan biasanya sulit untuk dipindahkan dan memakan waktu, sehingga hanya dapat digunakan di tempat praktek dan di ruang operasi yang memiliki sumber cahaya.





BAB III

KESIMPULAN


Setiap pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan memerlukan peralatan untuk membantu pemeriksa memeriksa pasien sehingga pemeriksa dapat dengan mudah memeriksa. Peralatan penunjang yang diperlukan untuk memeriksa sangat banyak. Akan tetapi, dalam referat ini yang dibahas hanyalah tentang kaca kepala yang dapat digunakan dalam setiap pemeriksaan di bagian THT-KL.

Penggunaan kaca kepala identik dengan dokter saat ini sudah jarang digunakan karena keterbatasannya yang bayak dipertimbangkan oleh para ahli penyakit THT-KL. Kaca kepala selalu identik dikaitkan dengan seorang dokter saat memeriksa pasien. Alat ini pertama kali ditemukan pada tahun 1841 oleh Friedrich Hoffman yang menggambarkan penggunaan cermin, pusat diperforasi genggam untuk merefleksikan sinar matahari ke dalam telinga. Anton von Tröltsch adalah seorang ahli penyakit telinga Jerman kontemporer yang mempopulerkan konsep sebuah cermin cekung yang diikat di dahi berbentuk lingkaran.

Penggunaan kaca kepala selalu memerlukan sumber cahaya untuk memantulkan sinarnya ke dalam rongga yangga akan diperiksa. Oleh karena itu, terdapat kelebihan dan kekurangan yang menjadi pertimbangan para dokter untuk meninggalkan penggunaan kaca kepala menuju lampu kepala yang lebih banyak keuntungannya.





DAFTAR PUSTAKA


1. Adams GL, Boies LR, Higher PA. 1997. BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.

2. Hall, Simpson I, Colman, H Bernard. 1975. Disease of the Nose, Throat and Ear. Eleventh Edition. Edinburgh : The English Book Society and Churchill Livingstone.

3. Irwan, Dr.Hj.Abla Ghanie, Sp.THT-KL, Sugianto, Dr. 2008. ATLAS BERWARNA Teknik Pemeriksaan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. Palembang : EGC.

4. Bluestone C.D., Stool S.E., Kenna M.A., dkk. 2003. Pediatric Otolaryngology Volume 2. Fourth Edition. Philadelphia, London, New York, St.Louise, Sydney, Toronto : Saunders.

5. Bluestone C.D., Stool S.E., Kenna M.A. 2003. Pediatric Otolaryngology Volume One. Third Edition. Philadelphia, London, New York, St.Louise, Sydney, Toronto : Saunders.

6. http://www.politedissent.com/archives/2060

7. http://en.wikipedia.org/wiki/Head_mirror

8. http://entcare.wordpress.com/2009/02/09/ent-clinic-set-up-instruments-and-common-terms/

9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1125652/

10. http://stlukesmedcollege.edu.ph/default/Downloads/action,download/id,245